Analisis Kelayakan Kecamatan
Terbanggi Besar Sebagai “Livable City” di
Kabupaten Lampung Tengah
Dibuat
dalam rangka menyelesaikan tugas perkuliahan penulisan akademik berupa esai
oleh:
Afden
Mahyeda
NIM.
21040117410029
Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Fakultas
Teknik
Magister
Pembangunan Wilayah dan Kota
Universitas
Diponegoro
Semarang,
2017
Kata-kunci: sustainaible
development, livable city, kota ideal, kualitas kota, technopark, terbanggi
besar, lampung tengah
|
Persepsi
sebagian masyarakat dalam mendefinisikan arti sebuah kota masih lebih kearah
kota metropolitan. Dalam arti sebuah wilayah layak disebut kota jika
penduduknya sangat padat dengan ketersediaan infrastruktur yang lengkap seperti
Jakarta. Padahal, Pontoh dan Kustiwan (2009:5) mendifinisikan kota sebagai lokasi
dengan jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan tempat lain disekitarnya
akibat dari hasil aktivitas penduduknya yang berhubungan dengan pemanfaatan
lahan non pertanian. Pendapat mengenai sebuah kota yang ideal senantiasa
berkembang mengikuti peradaban manusia yang pada akhirnya kita mengenal konsep pembagian
sebuah wilayah kedalam zona-zona sesuai dengan pemanfaatan lahannya (konsep garden
city) dari Ebenezer Howard (Imanda, 2015).
Kecamatan
Terbanggi Besar dengan jumlah penduduk sebesar 117.317 jiwa dan kepadatan
penduduk sebesar 562,28 jiwa/km2 menjadi kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah yang
mempunyai jumlah penduduk paling padat (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung
Tengah, 2016). Perkembangan wilayah di Kecamatan Terbanggi Besar dapat dengan
mudah kita amati secara langsung saat berada di lokasi ini. Jalur Bandar Jaya sampai
dengan Terbanggi Besar sebagai pusat perdagangan dan jasa menjadi kawasan
paling urban yang berperan penting terhadap perekonomian di Kabupaten Lampung
Tengah. Hal ini menjadi lumrah, karena selain dilewati oleh Jalan Lintas
Sumatera yang menjadi jalur arteri yang menghubungkan pusat kota Provinsi
Lampung dengan kabupaten lain bahkan provinsi lain, juga didukung oleh
fasilitas yang mencukupi untuk transit
saat para pengendara mulai merasa kelelahan. Urbanisasi terlihat paling kental
di sepanjang jalur tersebut terutama pertumbuhan kawasan permukiman.
Menjadi
pusat perkotaan mengakibatkan Kecamatan Terbanggi Besar harus siap terhadap
segala ancaman dan permasalahan yang mungkin timbul. Diantara permasalahan
urbanisasi yang biasa kita jumpai seperti: Kota raksasa, kepadatan berlebih,
kekurangan sarana dan prasarana, permukiman kumuh dan liar, kemacetan
lalu-lintas, berkurangnya tanggung jawab, pengangguran dan setengah
pengangguran, masalah rasial dan sosial, westernisasi dan modernisasi,
kerusakan lingkungan, perluasan perkotaan dan berkurangnya lahan pertanian, dan
organisasi administrasi (Pontoh dan Kustiwan, 2009:121). Oleh karena itu,
Kecamatan Terbanggi Besar membutuhkan sebuah konsep perencanaan wilayah kota
yang dapat menjawab segala persoalan dan tantangan sehingga menjadikan
kecamatan ini layak dijadikan sebagai kota yang ideal.
Mengetahui
suatu wilayah perkotaan layak disebut sebagai kota yang ideal dapat dengan
melakukan penilaian terhadap kualitasnya. Belakangan ini banyak pengemasan penilaian
tersebut, salah satunya dengan melakukan penilaian melalui indeks livable city. Pengembangan kota melalui sebuah
konsep livable city digunakan untuk
merepresentasikan kota berkelanjutan (Wheeler, 2004). Oleh karena itu,
Kecamatan Terbanggi Besar sebagai pusat kota di Kabupaten Lampung Tengah
memerlukan penilainan terhadap kualitas kotanya melalui livable city dengan harapan untuk
mencapai salah satu visi dalam mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan.
Analisis
kelayakan ini bukan ditujukan untuk menentukan kualitas kota yang lebih baik
atau buruk dibandingkan dengan kota lainnya dan atau bahkan daerah urban
disekitar kecamatan ini. Namun, lebih kearah untuk mengukur dan menganalisis sejauh
mana tingkat kelayakan Kecamatan Terbanggi Besar jika dibandingkan dengan nilai
rujukan rerata kelayakan hidup kota-kota dengan predikat the most livable city index di Indonesia. Hal ini dilakukan
mengingat pentingnya suatu wilayah mengetahui potensi dan permasalahan yang
dihadapi melalui sebuah indikator penilaian kualitas kotanya sehingga, dapat
digunakan sebagai bahan dan rujukan bagi perbaikan perencanaan kota dan kawasan
disekitarnya.
Pemerintah
Kabupaten Lampung Tengah telah membuat kebijakan mengenai penataan ruang yang
tertuang dalam Perda Nomor 01 Tahun 2012 tentang “Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011-2031” dan Kecamatan Terbanggi Besar masuk
ke dalam Kawasan TERBAGUS (Terbanggi, Bandar Jaya, dan Gunung Sugih). Ditetapkan
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) oleh Pemkab Lampung Tengah,
Pemprov Lampung melalui Perda Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang “Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009-2029”, mempromosikan kecamatan
tersebut sebagai pusat kawasan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala Kabupaten Lampung Tengah dan kawasan-kawasan dalam
wilayah kabupaten
yang berbatasan sebanyak
8 kabupaten/kota (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Lampung Tengah, 2016).
Hal ini karena letak geografis Kabupaten Lampung Tengah yang strategis dan sebagai
posisi sentral di Provinsi Lampung. Selain itu, Pemprov
Lampung yang berencana untuk membangun Kampus Universitas Lampung (Unila) II sekaligus
mengembangkan kawasan technopark (kawasan
terpadu pengembangan teknologi pertanian) di lahan seluas 2.000 hektar
(Saputra, dalam lampung.tribunnews.com, 2016), membutuhkan penilaian kualitas
kota di Kabupaten Lampung Tengah untuk dijadikan sebagai bahan dan rujukan dalam
pembangunan kawasan tersebut. Jarak yang dekat, kondisi sarana dan prasarana
transportasi yang cukup, ketersediaan aksesibilitas yang ramai dan aman serta
nyaman dibanding jalur lain menjadikan sebuah lokasi memiliki daya tarik yang
kuat untuk dijadikan sebagai salah satu pilihan tempat tinggal (Tarigan, 2006).
Hal ini juga akan berdampak terhadap laju pertumbuhan permukiman di Kecamatan
Terbanggi Besar.
Urbanisasi memungkinkan untuk
mendatangkan permasalahan baru yang timbul khususnya ketidaknyamanan untuk
dijadikan sebagai kota yang livable city.
Oleh karena itu, indikator persepsi masyarakat dalam menentukan kelayakan
sebuah livable city menjadi tolak
ukur yang utama. Menurut Peter Evans (2002), livable city adalah seperti dua sisi mata uang dimana sisi yang
satu berhubungan dangan kebutuhan ekonomi dan sisi lainnya tentang kualitas
lingkungan. Ketersediaan lapangan pekerjaan dibutuhkan untuk menunjang
kehidupan dengan tidak menurunkan kualitas lingkungan bagi penduduk disekitar
tempat tinggalnya yang sesuai dengan pendapatan ekonomi dalam pemenuhan
ketersediaan fasilitas dan infrastruktur yang berkelanjutan. Permasalahan yang biasa
terjadi yaitu penurunan salah satu sisi mata uang tersebut untuk meningkatkan
kualitas dari sisi lainnya. Padahal, kualitas dari sebuah kota ditentukan dari
keberlanjutannya, yaitu dengan memenuhi kebutuhan dari salah satu sisi tanpa
mengorbankan kualitas sisi lainnya. Sehingga, sebuah kota layak untuk
mendapatkan predikat livable city
jika mampu menyinergikan kedua buah sisi tersebut yaitu dengan memberikan kesejahteraan
ekonomi warganya namun tetap menjaga kualitas lingkungan disekitar tempat
tinggalnya.
Dalam
melakukan suatu penilaian terhadap sebuah kota, kita membutuhkan kriteria penilaian.
Kriteria tersebut dapat digunakan untuk menjabarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas sebuah kota. Di Indonesia sendiri, Ikatan Ahli
Perencanaan (IAP) Indonesia, pernah
melakukan penilaian “Indonesia The Most
Livable City Index” pada 17 kota besar. Kriteria penilaian yang telah
dilakukan oleh IAP Indonesia dalam menentukan kota paling layak huni
diantaranya yaitu: Keamanan, ekonomi, infrastruktur dan utilitas, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, transportasi, lingkungan, dan tata ruang
(Hardiansyah & M., 2011, dalam Imanda, 2015).
Metode
yang digunakan dalam analisis kelayakan melalui konsep livable city di Kecamatan Terbanggi Besar yaitu Kualitatif
(Creswell, 2008) yang bersifat Eksploratif (Groat & Wang, 2002) dan
Komparatif. Pemilihan metode kualitatif dikarenakan persepsi dan opini
masyarakat menjadi masukan utama yang dibutuhkan dalam analisis. Sedangkan
eksporatif dan komparatif sendiri memiliki sasaran agar memberikan informasi
dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
kota di Kecamatan Terbanggi Besar sekaligus dibandingkan dengan predikat Average Livability Index of Indonesian City
in 2014 seperti yang pernah dikeluarkan oleh IAP Indonesia.
Ditinjau
dari data-data BPS Kabupaten Lampung Tengah (2016), dari sisi keamanan, jumlah
pelaku kejahatan sebesar 272 kejadian di tahun 2014 dengan laju yang menurun
dari tahun sebelumnya mengindikasikan adanya perbaikan pada sektor keamanan
termasuk di pusat kota. Dari sisi ekonomi, PDRB Pengeluaran cenderung lesu dan
terus mengalami penurunan di angka 51 persen pada tahun 2016. Kondisi jaringan
jalan mengalami peningkatan sebesar 3 persen di tahun 2014. Sudah terlihat
adanya usaha pemerintah dalam memperbaiki prasarana transportasi dari tahun ke
tahun, walaupun menurut Gunawan dalam berita online lampungekspres-plus.com (2017) menyatakan hal sebaliknya, 70 persen
kondisi jalan di kabupaten ini dalam kondisi rusak. Sedangkan dari sisi sarana
transportasinya terlihat belum ada peningkatan, ketersediaan armada angkutan
umum hanya terpusat pada jalur arteri saja, sedangkan untuk menuju kawasan
disekitarnya masih sangat minim dan hampir tidak ada. Sarana pendidikan paling
tinggi peningkatannya dari segi jumlah, 110 fasilitas pendidikan dengan 2.035
tenaga pengajar memberikan kesempatan yang cukup kepada warganya untuk
mendapatkan kesempatan pendidikan. Pelayanan kesehatan pun cukup memadai dengan
5 buah rumah sakit dan 5 sarana kesehatan masyarakat. Dari segi lingkungan,
belum tersedianya taman dan tempat rekreasi menjadikan kecamatan ini harus
segera berfikir untuk menyajikan ruang terbuka hijau yang selain menjadi daya
tarik wisata namun memiliki daya dukung terhadap keberlanjutan lingkungan. Yang
terakhir, dari aspek penataan ruang, belum tersedianya RDTR menjadikan
perencanaan wilayah kota di Kabupaten Lampung Tengah masih belum terlihat arah
pembangunannya. Terlebih lagi banyak diketemukan ketidaksesuaian antara perda
tata ruang dengan lampiran petanya. Ini menjadi hal serius dan harus segera
dilakukan perbaikan agar keberlanjutan pembangunan kota dapat tercapai. Jika
dilihat dari kajian tersebut dan dibandingkan dengan kota besar yang telah
mendapat predikat livable city
seperti Kota Jogjakarta, tingkat livable
city di Kecamatan Terbanggi Besar masih memiliki gap yang sangat besar dan masih jauh dari kata ideal. Sehingga,
dapat ditarik sebuah hipotesis bahwa indeks kelayakan hidup di Kecamatan Terbanggi
Besar sebagai pusat kota di Kabupaten Lampung Tengah masih jauh dibawah rerata
indeks livable city yang dikeluarkan
oleh IAP Indonesia.
Dengan
hasil penilaian kualitas kota di Kecamatan Terbanggi Besar ini, diharapkan dapat
menjadi rujukan dan masukan dalam perencanaan pembangunan kota di Kabupaten
Lampung Tengah. Misi Pemerintah Provinsi Lampung untuk menjadikan Kabupaten
Lampung Tengah sebagai kawasan promosi sekaligus pusat pengembangan wilayah
yang berbasis teknologi pertanian mengharuskan Pemerintah Kabupaten Lampung
Tengah untuk bekerja keras memperbaiki pembangunannya. Mengingat hipotesis hasil
penilaian livable city di Kecamatan
Terbanggi Besar yang masih jauh dibawah indeks rerata kelayakan hidup kota di
Indonesia. Penyusunan RDTR, pembangunan infrastruktur berupa penambahan
fasilitas umum dan fasilitas sosial, peningkatan kualitas sumber daya manusia,
penambahan dan perbaikan aksesibilitas dari dan ke pusat kota, serta
pembangunan ruang terbuka hijau menjadi fokus utama yang harus segera diselesaikan.
Sehingga, visi Kabupaten Lampung Tengah melalui gambaran Kecamatan Terbanggi
Besar untuk menuju kabupaten dengan kota yang sejahtera warganya dan ramah
lingkungannya akan dapat tercapai.
Daftar Pustaka
BPPT
Wacanakan Technopark Lampung Tengah Menjadi Sebuah Technopolitan. [Home
page of BPPT.go.id, of Daftar Berita Layanan Informasi Publik].[Online]..Available.at:.http://www.bppt.go.id/layanan-informasi-publik/2542-deputi-tiem-bppt-tahun-depan-bppt-harus-masuk-sepuluh-besar-pering
kat-keterbukaan-informasi-badan-publik. Diakses tanggal 11 Agustus 2017.
Budihardjo, Eko dan Sujarto, Djoko.
2009. Kota Berkelanjutan (Sustainable
City). Bandung: PT Alumni.
Creswell, J.W. 2008. Research Design: Qualitative, Quantitative,
and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc.
Evans, Peter. 2002. Livable Cities? The Politics of Urban
Livelihood and Sustainability. Berkeley: University of California Press.
Groat, L & Wang, D. 2002. Architectural Research Methods. New
York: John wiley and Sons. Inc.
Imanda, R.N. 2015. “Kriteria Kota
Ideal berdasarkan Persepsi Masyarakat”.
Makalah disampaikan pada Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015, Bandung 09 November
2015.
Indonesia
Most Livable City Index 2014 by Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (Indonesian
Association of Urban and Regional Planners). [Home page of issue.com, of
IAPIndonesia, of docs] [Online]. Available.at:.https://issuu.com/iapindonesia/docs/mlci_2014_presentasi__compatibility.
Diakses pada tanggal 08 Agustus 2017.
Gunawan. 2017. 70 Persen Jalan di Lampung Tengah Kondisinya.Rusak..[Online]..Available.at:.https://www.lampungekspres-plus.com/2017/06/08/70-persen-jalan-di-lampung-tengah-kondisinya-rusak/.
Diakses pada tanggal 11 Agustus 2017.
Kabupaten
Lampung Tengah Dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Lampung Tengah, 2016.
Pontoh, N.K. dan Kustiwan, Iwan.
2009, Pengantar Perencanaan Perkotaan.
Bandung: Penerbit ITB.
Widitya, Gayatri. P. 2012. Konsep Livable City. [Home page of
WordPress.com, of gayatripw]
[Online]. Available.at:.https://missgayatripw.wordpress.com/2012/03/08/kokons-livable-city.
Diakses pada tanggal 08 Agustus 2017.
Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Tengah 2011-2031. Badan Perencana
Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2012.
Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009-2029. Badan
Perencana Pembangunan Daerah Provinsi Lampung, 2010.
Saputra, Bayu. 2016. Segera Dibangun Kampus Dua Unila di
Suluhsuban, Luasnya 300 Hektare. [Home page of Tribun Lampung, of Lampung,
of Bandar Jaya].[Online]..Available.at:.http://lampung.tribunnews.com/2016/02/22/segera-dibangun-kampus-dua-unila-di-suluhsuban-luasnya-2000-hektare.
Diakses pada tanggal 11 Agustus 2017.
Tarigan. 2006. Teori Lokasi -Tarigan, 2006:7. [Home
page of Kompasiana.com] [Online]. Available at: http://www.kompasiana.com/harefa14/teori-lokasi-tarigan-2006-77_56786777749773aa13c05303. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2017.
Terbanggi
Besar Dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung
Tengah, 2016.
Wheeler, S.M. 2014. Planning For Sustainability : Creating
Livable, Equitable, and Ecological Communities. the USA and Canada:
Routledge.
No comments:
Post a Comment